Shalat Jenazah ( menyolati ) jenazah merupakan fardu kipayah,Fardu Kifayah adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan, namun bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur. Contoh aktivitas yang tergolong Fardu Kifayah :
- Mengurus jenazah ( memandikan, menkafani, menshalati, dan menguburkan ) bagi Jenazah Muslim
- Belajar ilmu Tertentu ( misal kedokteran, ekonomi, fiqih, nahwu, astronomi, dll )
- Amar ma'ruf nahi munkar
- Jihad ibtida`i
- Mendirikan Khilafah
- dll
1. Niat
Setiap kita akan melakukan shalat dan ibadah lainnya jika tidak ada niat maka si orang tersebut tidak sah shalatnya, termasuk niat melakukan Shalat jenazah. Niat termasuk bahasa atau ucapan yang arus di ucapkan dalam hati.
Bacaan niat shalat Jenazah laki-laki
Artinya :
aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardu kifayah karena Allah”
Bacan niat Shalat jenazah mayat nya Perempuan :
Bacaan niat shalat Jenazah imam :
Artinya :
aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardu kifayah imam karena Allah”
Bacaan niat shalat jenazah bagi makmum :
Artinya :
aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardu kifayah makmum karena Allah”
Shalat jenazah yang sah jika dilakukan dengan berdiri (seseorang mampu untuk berdiri dan tidak ada uzurnya). Karena jika sambil duduk atau di atas kendaraan, Maka Shalat jenazahnya dianggap tidak sah.
3. Melakukan Takbir 4 kali
Rukun ini didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika menyolatkan jenazah.
- Takbir pertama
- Takbir ke dua
Artinya :
"Wahai Allah! Berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, dan berilah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberi keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, sungguh di alam semesta ini Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia"
- Takbir ke tiga
Jika jenazah seorang perempuan, maka lafalnya:
- Takbir ke empat
4. Salam
B. Shalat Ghaib
Shalat ghaib adalah Shlat jenazah yang jenazah nya tidak ada di tempat (ada di tempat lain atau sudah di makam kan) pada sa'at menyolatinya. Adapun tata cara pelaksanaan dan bacaan nya sama seperti shalat jenazah.
Bacaan niat shalat ghaib :
Artinya :
“aku niat shalat gaib atas mayat (.........) empat takbir fardu kifayah karena Allah”
Wassalamu alaikum wr.wb
Assalamu'alaikum.
BalasHapusMaaf, Kenapa waktu shalawat Kepada Nabi tidak memakai Saiyidinaa..........???
kolo seseorang memanggil Ustad boleh, kenapa pakai ustad segala, pakai nama aja sekalian.....
kalo dari sononya gak pake sayyidina yah udah jangan di pake sayyidinanya.....ibadah kok pake ditambah-tambahin.....gitu ajah kok repot
HapusKalimat sayyidina itu tambahan. kalo merujuk dari sahabat tidak ada tambahan sayyidina segala. cukup nabi atau rosululloh... maklum adat jawa itu mempertahankan sikap sinembah Kepada orang yqng dihormatinyq jadi bikin sendiri tambahan sayyidina.. seperti romo guru.. pangeran bla bla bla.. soalnya kalo merujuk pada hadits tidak ada kalimat sayyidina untuk Beliau Kang mas.
BalasHapusente ini kayak mujtahid ilmu fiqih aja,emenag ente siapa,dari sononya itu dari mana bray...hemmm palng kalo jawab ente cuma copas aja..
HapusDahsyat...... kunjungi juga blog saya ya.... di http://www.fiqihsholat.com/
BalasHapusAlhamdulillah bermanfaat,
BalasHapusMasalah sayyidina saja kalian peributkan, padahal kalian tidak tahu apa2 wahahaaha., coba baca dulu buku usul fiqih nya... Atau gini, yang mengatakan tidak boleh pake sayyidini tolong tunjukan hadis nya yanh mengharamkan kita mengucapkan sayyidina...
BalasHapusMaaf, saya cuma menyampaikan, jarangan terlalu fanatik, islam itu bersaudara, jika kita bersaudara, maka tegurlah dwngan cara islamiah....
Ojo bacok an
BalasHapusAssalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah.
Untuk itu kita bisa merujuk pada kitab-kitab fiqih, misalnyakitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173, atau juga bisa dirunut ke kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541.
Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya sunnah. Demikian juga dengan shalawat kepada keluarga beliau.
Keterangan ini juga bisa kita lihat pada kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319.
Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah:
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.
Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.
Masalah Penggunaan Lafaz ‘Sayyidina’ Di dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253 disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata (sayyidina) saat mengucapkan shalawat kepada nabi SAW . Meski tidak ada di dalam hadits yang menyebutkan hal itu.
Landasan yang mereka kemukakanadalah bahwa penambahan kabar atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk kepada Rasulullah SAW. Jadi lebih utama digunakan daripada ditinggalkan.
Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` dan dusta. .
Adapun selain mereka, umumnya tidak membolehkan penambahan lafadz (sayyidina), khususnya di dalam shalat, sebab mereka berpedoman bahwa lafadz bacaan shalat itu harus sesuai dengan petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila ada kata (sayyidina) di dalam hadits, harus diikuti. Namun bila tidak ada kata tersebut, tidak boleh ditambahi sendiri.
Demikianlah, ternyata para ulama di masa lalu telah berbeda pendapat. Padahal dari segi kedalaman ilmu, nyaris hari ini tidak ada lagi sosok seperti mereka. Kalau pun kita tidak setuju dengan salah satu pendapat mereka, bukan berarti kita harus mencaci maki orang yang mengikuti pendapat itu sekarang ini. Sebab merekahanya mengikuti fatwa para ulama yang mereka yakini kebenarannya. Dan selama fatwa itu lahir dari ijtihad para ulama sekaliber fuqaha mazhab, kita tidak mungkin menghinanya begitu saja.
Adab yang baik adalah kita menghargai dan mengormati hasil ijtihad itu. Dan tentunya juga menghargai mereka yang menggunakan fatwa itu di masa sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini bukan perbedaan dari segi aqidah yang merusak iman, melainkan hanya masalah kecil, atau hanya berupa cabang-cabang agama. Tidak perlu kita sampai meneriakkan pendapat yang berbeda dengan pendapat kita sebagai tukang bid’ah.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
hari gini masih ribut hal itu, urusan kita masih banyak mz hal itu diurusi ndak akan selesai, skarang pr masih banyak untuk agama bangsa
BalasHapus